Pelajaran Kehidupan dari Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk
Butuh kurang lebih tiga jam bila saya berkendara untuk sampai ke Pelabuhan Gilimanuk dari rumah saya di daerah Badung. Untuk sampai ke tujuan saya harus melalui jalur yang namanya Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk. Ini sudah kesekian kalinya saya melakukan perjalanan darat untuk pergi ke Jawa melalui jalur tersebut. Tapi menjadi yang pertama berkendara dengan sepeda motor bersama Agus di hari Sabtu, 5 November 2022.
Sebuah petualangan baru juga bagi Agus untuk yang belum pernah menginjakkan kaki di Pulau Jawa. Perjalanan dimulai dari jam empat subuh. Tujuannya, agar sampai di pelabuhan maksimal jam sembilan.
Kami tidak menemukan hambatan berarti sepanjang perjalanan menuju pelabuhan. Malahan, sesekali berhenti untuk sekedar melepas lelah. Pemberhentian paling menarik adalah saat berhenti di Hutan Bali Barat. Ketika Agus sampai harus ke tengah jalan untuk mengabadikan momen hutan yang sepi berteman monyet. Mereka duduk sabar di tepi jalan menunggu lemparan makanan dari para pengemudi.
Tepat pada pukul tujuh waktu setempat. Agus merasa bahagia bisa menginjakan kaki di Pulau Jawa. Kami menyempatkan pergi ke Watu Dodol untuk sekedar mengamati batu yang berdiri tegak di tengah jalan.
Singkat cerita, kami kembali ke Pulau Bali pada pukul delapan malam. Cerita seru bermula disini. Saat kami mulai merasakan perjalanan pulang terasa begitu panjang. Walau sebenarnya kecepatan motor yang Agus kendarai tidak bisa dibilang pelan. Bahan bakar kemudian semakin menipis. Semua SPBU yang kami lewati sudah tutup. Selama perjalanan kami berharap bisa menemukan SPBU yang masih beroperasi.
Itu bukan drama satu-satunya. Di sepanjang perjalanan, kami harus berhadapan dengan kendaraan-kendaraan besar dan super besar. Mau tidak mau kami harus bisa melewati. Kami memiliki target harus sampai di rumah pada pukul sepuluh malam. Agar Agus bisa pulang ke rumahnya yang berada di daerah Karangasem tidak terlalu larut.
Bagai balap rally, kami bekerja sama. Agus driver, saya sebagai navigatornya. Cepat tapi pasti, kami menyalip satu persatu kendaraan di depan kami. Terkadang saya harus meminta Agus untuk memperlambat kendaraan. Karena truk di depan kami kadang hampir mengambil dua lajur jalan. Saat benar-benar aman baru kami menyalip. Ada sekitar lima kendaraan sejenis yang kami salip.
Syukurnya kami menemukan SPBU yang masih beroperasi di daerah Pantai Soka. Perasaan was-was kami perlahan menghilang. Namun perjalanan belum usai. Kami harus segera sampai rumah.
Tiba-tiba hujan turun. Kami pun berhenti untuk memakai mantel. Bagian terlucu, si hujan tiba-tiba berhenti setelah lima menit kami berkendara. Teman saya bergegas melepas mantel. Sedangkan, saya sendiri tidak melakukan. Berjaga-jaga bila si hujan jail lagi. Dan benar saja, di daerah selanjutnya si hujan turun dengan deras. teman saya bersikeras berkendara tanpa perlindungan.
Tepat pukul sebelas malam kami sampai di rumah. Satu jam lebih lambat dari target. Kami mengobrol sebentar dan menceritakan pengalaman kami ke orang tua saya. Setelah itu Agus pamit. Saya berterima kasih sebab sudah ikut dalam petualangan ini. Dia juga berterima kasih. Baginya, pengalaman pertama kali ke Jawa sangat berkesan.
Hal yang saya pelajari dari perjalanan ini. Hidup itu ada mulus dan sebaliknya. Kita pasti bisa menghadapi rintangan sebesar apa pun. Asal, kita punya tekad yang kuat. Terkadang, kita juga perlu istirahat sejenak sambil mengumpulkan tenaga. Lalu lanjutkan lagi hingga tujuan kita tercapai. Terakhir, nikmati perjalanannya.